🌘 Manfaat Tantra Yantra Dan Mantra

OlehSutarsih. Yantra dan tantra adalah dua kata yang memiliki kemiripan. Secara morfologis, kata yantra dan tantra memiliki (1) kemiripan bentuk, yaitu tersusun oleh fonem [a], [n], [t], [r], [a]. Yang membedakan adalah fonem awal di kedua kata tersebut, yaitu fonem [y] dan [t]. Secara semantis kata yantra dan tantra sama-sama mengacu kepada makna 'sarana menuju kesucian'. B Fungsi dan Manfaat Tantra, Yantra dan Mantra yang digunakan dalam Praktik Kehidupan sesuai Ajaran Agama Hindu 1. Tantra Menurut ajaran tantra disebutkan ada tiga urat saraf manusia yang paling penting, yaitu; Sushumna, Ida dan Pinggala. Keberadaannya dimulai dari muladhara chakra, yang bertempat didasar tulang belakang. Sushumna adalah Secaraumum bentuk Bhakti umat Hindu dapat dilakukan dengan menggunakan: mantra, yantra, tantra, yajña, dan yoga. Mantra adalah doa-doa yang harus diucapkan oleh umat kebanyakan, pinandita, pandita sesuai dengan tingkatannya. Yantra adalah alat atau simbol-simbol keagamaan yang diyakini mempunyai kekuatan spiritual untuk meningkatkan kesucian. Menyucikanbadan manusia Majumar, 1952, 606. Fungsi dan manfaat mantra dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu bagi umat sedharma adalah: a. Memuja Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ajaran Agama Hindu, Tuhan Yang Maha EsaIda Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta semua yang ada ini. Beliaulah menyebabkan semua yang ada ini menjadi hidup. Fungsidan manfaat mantra dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu bagi umat sedharma adalah: a. Memuja Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ajaran Agama Hindu, Tuhan Yang Maha EsaIda Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta semua yang ada ini. Beliaulah menyebabkan semua yang ada ini menjadi hidup. MANTRA YANTRA DAN TANTRA Dalam melaksanakan puja bhakti kepada Brahman, umat Hindu diberikan kebebasan untuk dapat mewujudkan bentuk Śrad MengetahuiManfaat Tantra Sex dan Cara Melakukannya | Dream.co.id. B. Fungsi dan Manfaat Tantra, Yantra, dan Mantra dalam Kehidupan dan Penerapan Ajaran Hindu - Materi Hindu kelas XII. Tantra des jours heureux: Qu'est-ce que le tantra, comment peut il changer ma vie, ma sexualité, ma relation de couple ? 2 Mantra Agar Anjing Tidak Menggonggong. 3. Mantra Orang Menyadap Nira (Bahan Untuk Gula Aren atau Gula Jawa) Demikianlah penjelasan terlengkap mengenai √ Mantra : Pengertian, Ciri, Jenis & Contohnya Lengkap. Semoga bermanfaat dan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi para pencari ilmu. JZjGxZ2. Home Pendidikan Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 185 Deva-Devi termasuk pemujaan kepada mahluk setengah Deva dan mahluk- mahluk lain, meditasi dan berbagai cara pemujaan, serta praktek yoga yang kadang-kadang dihubungkan dengan hubungan seksual. Elemen-elemen tersebut terdapat dalam tantra Hindu maupun Buddha. Kesamaan teologi ini menjadi faktor penting yang memungkinkan tantra menjadi salah satu medium penyatuan antara Sivaisme dan Buddhisme di Indonesia. Hubungan seksual dalam tantra, seperti dinyatakan oleh Dasgupta; merupakan penyimpangan dari konsep awal tantra. Konsep awal tantra meliputi elemen-elemen seperti yang disebutkan di atas, yakni; mantra, yantra, mudra dan yoga. Penyimpanan tersebut terjadi karena pnggunaan “alat-alat praktis” dalam tantra Buddha yang berdasarkan prinsip-prinsip Mahayana dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan tertinggi baik tantra Hindu maupun Buddha, adalah tercapainya keadaan sempurna dengan penyatuan antara dua praktek serta merealisasikan sifat non dualis dari realitas tertinggi. Sarkar menyatakan hubungan seksual dalam tantra lebih diarahkan untuk mengontrol kekuatan alam dan bukan untuk mencapai kebebasan. Ia mengatakan secara umum tradisi Indonesia membagi tujuan hidup manusia menjadi dua; pragmatis dan Idealistis. Mengontrol kekuatan alam adalah salah satu tujuan pragmatis. Hal ini biasanya dilakukan oleh raja yang mempraktikan sistem kalacakrayana dalam usaha melindungi rakyatnya, memberikan keadilan, kesejahteraan dan kedamaian. Di Indonesia dikenal ada tiga jenis tantra yaitu; Bhairava Heruka di Padang Lawas, Sumatera Barat; Bhairava Kalacakra yang dipraktikkan oleh Raja Kertanegara dari Singasari dan Adtityavarman dari Sumatera yang se- zaman dengan Gajah Mada di Majapahit; dan Bharavia Bhima di Bali. Arca Bharavia Bima terdapat di Pura Edan, Bedulu, Gianyar Bali. Menurut prasasti Palembang, Tantrayana masuk ke Indonesia melalui kerajaan Srivijaya di Sumatera pada adab ke-7. Kalacakratantra memegang peranan penting dalam unifikasi Sivaisme dan Buddhaisme, karena dalam tantra ini Siva dan Buddha, diunifikasikan menjadi Siva-budha. Konsep Ardhanarisvari memegang peranan yang sangat penting dalam Kalacakratantra. Kalacakratantra mencoba menjelaskan penciptaan dan kekuatan alam dengan penyatuan Devi Kali yang mengerikan, tidak hanya dengan Dhyani Buddha, melainkan juga dengan adi Buddha sendiri. Kalacakratantra mempunyai berbagai nama dalam sekta tantra yang lain seperti; Hewarja, Kalacakra, Acala, Cakra Sambara, Vajrabairava, Yamari, Candama harosama dan berbagai bentuk Heruka. Di dalam tantrayana ritual adalah elemen utama untuk merealisaikan kebenaran Tertinggi. John Woodroffe mengatakan, ritual adalah sebuah seni keagamaan. Seni adalah bentuk luar materi sebagai ekspresi dari ide-ide yang berdasarkan 186 Kelas XII SMA Semester 1 intelektual dan dirasakan secara emosional. Seni ritual berhubungan dengan ekspresi ide-ide dan perasaan tersebut yang secara khusus disebut religius. Sebagai suatu cara, mana kebenaran religius ditampilkan, dan dapat dimengerti dalam bentuk material dan simbol-simbol oleh pikiran. Ini berhubungan dengan semua manifestasi alam dalam wujud keindahan, dimana untuk beberapa alasan, Tuhan memperlihatkan diri Beliau sendiri. Tetapi ini tidak terbatas hanya untuk tujuan itu semata-mata. Artinya, dengan seni religius sebagai alat pikiran yang ditransformasikan dan di sucikan. Masab siva-buddha dengan pengaruh khusus Kalacakratantra dapat dilihat pada peninggalan-peninggalan arkeologi seperti di Candi Jawi. Prapanca dalam Nagarakertagama Bab 56 ayat 1 dan 2 melukiskan monumen ini dengan sangat indah. Bagian bawah Candi yaitu bagian dasar dan bagian badan candi adalah Sivaitis dan bagian atas atau atap, adalah Buddhistis, sebab di dalam kamar terdapat Arca Siva dan di atasnya di langit-langit terdapat sebuah Arca Aksobhya. Inilah alasannya mengapa Candi Jawi sangat tinggi dan oleh karena itu disebut sebuah Kirthi. Dalam tantra Hindu prinsip metaisika Siva-Shakti dimanifestasikan di dunia material ini dalam wujud laki-laki dan perempuan sedangkan dalam tantra Buddha pola sama diikuti dimana prinsip-prinsip metaphisik Prajna dan Upaya termanifestasikan dalam wujud perempuan dan laki-laki. Tujuan tertinggi dari kedua masab tantra ini adalah penyatuan sempurna yaitu penyatuan antara dua aspek dari realitas dan realisasi dari sifat-sirat non-dualis dari roh dan non-roh. 2. Yantra Fungsi dan manfaat Yantra, dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu bagi umat sedharma adalah a. Simbol sesuatu yang dihormatidipuja. b. Sarana atau media mewujudkan tujuan hidup dan tujuan agama yang diyakininya. c. Media memusatkan pikiran. Yantra adalah bentuk “niyasa” simbol, pengganti yang sebenarnya yang diwujudkan oleh manusia untuk mengkonsentrasikan baktinya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, seperti misalnya dalam perpaduan warna, kembang, banten, gambar, arca, dan lain-lain. Setiap yantra baik dari segi bentuk maupun goresan yang tertera pada yantra tersebut mempunyai arti yang berbeda serta tujuan yang berbeda pula. Karena yantra mempunyai tujuan dan manfaat yang berbeda sehingga bentuk-bentuk yantra dikembangkan dan diberi sentuhan artistik modern. Yantra tidak lagi kelihatan seperti barang seni atau seperti sebuah perhiasan tertentu. Bentuk yantra sudah disesuaikan dengan kebutuhan Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 187 si pemakainya. Dengan berkembangnya zaman seperti sekarang ini, banyak sekali yantra dibentuk kecil, misalnya dalam bentuk kalung, gelang dan cincin. Memang sebaiknya yantra tersebut diusahakan selalu dekat dengan si pemakainya. Dengan kedekatan itu, maka energi yang ada dalam yantra dan energi si pemakai menjadi saling menyesesuaikan. Yantra dapat diibaratkan sebagai polaritas energi positif yang secara terus menerus mempengaruhi si pemakainya. 3. Mantra Berdasarkan sumbernya “veda” ada bermacam-macam jenis mantra yang secara garis besar dapat dipisahkan menjadi; Vedik mantra, Tantrika mantra, dan Puraóik mantra. Sedangkan berdasarkan sifatnya mantra dapat terbagi menjadi; Śāttvika mantra mantra yang diucapkan guna untuk pencerahan, sinar, kebijaksanaan, kasih sayang Tuhan tertinggi, cinta kasih dan perwujudan Tuhan, R ājasika mantra mantra yang diucapkan guna kemakmuran duniawi serta kesejahteraan anak-cucu, T āmasika mantra mantra yang diucapkan guna mendamaikan roh-roh jahat, untuk menghancurkan atau menyengsarakan orang lain, ataupun perbuatan-perbuatan kejam lainnyaVama margaIlmu Hitam. Disamping itu mantra juga dapat diklasifikasikan menjadi sebutan antara lain Mantra yang berupa sebuah daya pemikiran yang diberikan dalam bentuk beberapa suku kata atau kata, guna keperluan meditasi dari seorang guru Mantra Diksa; Stotra doa-doa kepada para devata, Stotra ada yang bersifat umum, yaitu; yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang harus datang dari Tuhan sesuai dengan kehendakNya, misalnya doa-doa yang diucapkan oleh para rohaniawan ketika memimpin persembahyangan, sedangkan Stotra yang bersifat khusus adalah doa-doa dari seorang pribadi kepada Tuhan untuk memenuhi beberapa keinginan khususnya, misalnya doa memohon anak, dan sebagainya; K āvaca Mantra mantra yang dipergunakan untuk benteng atau perlindungan dari berbagai rintangan. Umat Hindu percaya bahwa kehidupan ini diliputi dan diresapi oleh mantra. Semua mahluk, apakah seorang petani atau seorang raja, semuanya diatur oleh mantra. Adapun arti dan makna sebuah mantra adalah utuk mengembangkan sebuah kekuatan Supranpada diri manusia; “Pikiran yang luar biasa dapat muncul dari kelahiran, obat-obatan, mantra-mantra, pertapaan dan kontemplasi ke Devataan Yoga Sutra berdasarkan hal tersebut, maka mantra adalah ucapan yang luar biasa yang dapat mengikat pikiran. Adapun makna mantra ataupun maksud pengucapan mantra, dapat dirinci sebagai berikut 188 Kelas XII SMA Semester 1 a. Untuk mencapai kebebasan; b. Memuja manifestasi Tuhan yang Maha Esa; c. Memuja para devata dan roh-roh; d. Berkomunikasi dengan para Deva; e. Memperoleh tenaga dari manusia super Purusottama; f. Menyampaikan persembahan kepada roh leluhur dan para devata; g. Berkomunikasi dengan roh-roh dan hantu-hantu; h. Mencegah pengaruh negatif; i. Mengusir roh-roh jahat; j. Mengobati penyakit; k. Mempersiapkan air yang dapat menyembuhkan air suci; l. Menghancurkan tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang dan manusia; m. Menetralkan pengaruh bisa atau racun dalam tubuh manusia; n. Memberi pengaruh lain terhadap pikiran dan perbuatan; o. Mengontrol manusia, binatang-binatang buas, Deva-Deva dan roh-roh jahat; p. Menyucikan badan manusia Majumar, 1952, 606. Fungsi dan manfaat mantra dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu bagi umat sedharma adalah a. Memuja Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ajaran Agama Hindu, Tuhan Yang Maha EsaIda Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta semua yang ada ini. Beliaulah menyebabkan semua yang ada ini menjadi hidup. Tanpa bantuan beliau semuanya ini tidak akan pernah ada. Kita patut bersyukur kehadapan-Nya dengan memuja-Nya, sebagaimana diajarkan oleh agama yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci veda’ b. Memohon kesucian. Tuhan Yang Maha Esa bersifat Mahasuci. Bila kita ingin memperoleh kesucian itu, dekatkanlah diri ini kepada-Nya. Dengan kesucian hati menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan, menghancurkan pikiran atau perbuatan jahat. Orang yang memiliki kesucian hati mencapai surga dan bila ia berpikiran jernih dan suci maka kesucian akan mengelilinginya. Kesucian atau hidup suci diamanatkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Fundamentally, the three symbolise the three primary techniques open to human beings for harnessing God’s power and using it to carry out their compulsory obligations on Earth. They are used in the Bhagavadgita’s three major paths the road of action karma marg, the path of knowledge jnana marg, and the path of renunciation jnana marg sanyasa marg. They can be utilised constructively to bring about peace, wealth, and emancipation, or destructively to cause chaos, cast wicked spells, or cause others grief and is a way of invoking divine power for both positive and negative objectives by using the mind or mental force man+tra. Yantras utilise the will’s restraining power yan + tra for the same goal. Through the use of tantu, the Tantras are supposed to alter and transmit the physical sexual force of the body tan from lower levels to higher ones nerve fibres or nadis. Tantra therefore refers to the employment of the body’s strength tan + tra or the body’s nerves tant + tra, or both. Tantu is also a sign for the lord of the body, God or Self Tantunama or Tantu Nadha. Tantra, in this meaning, refers to the application of God’s power Shakti for self-transformation and mind and intelligence are engaged in Mantra practise. The organs of action and perception are engaged in Tantra practise, whereas the ego is active in Yantra practise. The Mantra technique is largely sattvic, the Yantra is rajasic, and the Tantra is tamasic, according to the triple Gunas. The three are the three basic techniques of divine worship and devotional service in Hinduism, by which one might complete compulsory obligations, practise self-purification, and attain freedom. They are also the fundamental and universal techniques that Hindu worshipers utilise to defend Dharma, satisfy wants, and attain the four purposes of human existence purusharthas.However, like with many other parts of Hinduism, the line between the two is blurry, since Mantras may be employed in Yantra and Tantra practise and vice versa. As a result, the components of all three are present or profoundly intertwined in most Hindu forms of devotion. They can also be found in Vedic sacrifice rituals. Mantras are used to call gods, Yantras are used to build the sacrificial pit yajna stala in certain geometric patterns, and Tantra is used to discipline the body before or during the ritual, and to sacrifice offer the body and or its elements during the use of MantrasEach Mantra is a collection of sacred words or sounds used as an invocation to a god or a group of deities in a Vedic rite. They are part of the Vedic hymns, which may be found in the Vedas Samhita section. The majority of them are written in a certain metre, however others are written in prose. The emphasis of Vedic mantras is on the sounds rather than the is believed that when a Mantra is correctly uttered with devotion and the right intention according to scriptures such as the Vedangas, which lay down the rules for proper pronunciation and worship methods, the power of the mantra will awaken, carrying the prayer to the intended deity and making it efficacy of a mantra is claimed to be dependent on the location and technique of worship, as well as the person who repeats it and how it is spoken. The deity will be delighted and the request will be answered if it is appropriately pronounced. Otherwise, it may provoke the gods’ anger, necessitating expiation, penance, or penitence. Some individuals think that a Vedic mantra is a kind of divinity in and of itself. If it is uttered correctly, as prescribed in the scriptures, the deity who is summoned by it answers immediately, as if he is compelled by the Mantra’s energy and has no volition of his other words, they see mantras as more powerful than gods. The truth, though, appears to be somewhere in the middle. While each mantra has a secret power, it appears that a multitude of elements, including the worshipers’ karma and the deity’s will, influence whether a chant produces fruit or not. The Upanishads encourage individuals to undertake sacrifices as a responsibility rather than a desire, and to leave the consequences to audible form, the Vedas personify Brahman’s might. The mantras symbolise many parts of him, such as aural expressions. Brahman takes them over space to the targeted god and promotes connection between the worshipper and the worshipped when they are repeated loudly. As a result, it is correct to say that Brahman is both the cause and the effect of the Vedic hymns. In addition, he is the ultimate receiver of all a sophisticated yajna is performed, such as a soma sacrifice, horse sacrifice, or other yajna, a number of priests chant or sing hymns from one or more Vedas concurrently call numerous deities. Normally, the chanting is rather loud. Aum, Hime, Hrim, Swaha, and other holy words are used to begin or conclude each mantra. The priests are known by various names depending on their expertise. Each sacrifice has three parts a beginning, a middle, and an end, during which the priests recite Vedic hymns to make the sacrifice successful and beneficial. Their chanting generates tremendous vibrations that travel to the heavens via the mid-region the gap between the earth and the sky, where they awaken the gods and aid their descend to the seat of and music are only a small element of the sacrifice ceremonies. There are more aspects of Tantra and Yantra that are critical to their effectiveness. They increase the manifesting power and help the ceremonies go smoothly. Their significance in Hindu ceremonial devotion will be discussed later. The Brahmana and Aranyaka sections of the Vedas go into great depth into the mechanics of Vedic rites and sacrifices. Much of this information has been lost or rendered outdated as their ceremonial, spiritual, and symbolic relevance has previously established, the Mantras are sound or voice representations of gods. Each one contains the energy of a certain god, which lies dormant until the Mantra is correctly spoken with the proper purpose, intonation, and aspiration, as described in the scriptures. The Mantra’s god awakens only if the sounds produce the appropriate frequencies, and the remainder of the sacrifice is carried out correctly, with the appropriate attitude, offerings, and in the specified manner. The efficiency of the mantras is also influenced by fate and karma. Some mantras are beneficial, while others are harmful, and their effects vary depending on how they are used and intended. As a result, the mechanical and procedural parts of the rituals are crucial. Indeed, the Purva Mimansa school of Hinduism regards Vedic rites as the root of all creation and the highest manifesting force in and of itself, rather than use of YantraYantra is a Sanskrit word that meaning “to control, govern, regulate, constrain, protect, or prevent.” Yantras are names, shapes, diagrams, patterns, and sound forms that have the five divine abilities of creation, upkeep, concealment, manifestation, and destruction. Yantras are produced utilising certain items, symbols, sounds, names and forms, and precise divisions of time in Hindu ceremonial traditions that date back to the Vedic era to evoke the might of a god for any of the five objectives listed previously. Yantras are energy centres that are only present for a short period of time. They emit spiritual energy, or the power of the god who governs it. They are used to strengthen or weaken one’s own willpower, fend against evil, seek protection from adversaries, or eliminate them. Even in the right hand ways of Vedic worship, the more benign forms of Yantras may be example, folding one’s palms in front of a god is only a type of Yantra. Its purpose is to calm the mind and body and aid focus, allowing the mind to interact with the god through the power of will. The way a Vedic sacrifice is performed, the way the site is prepared and the ingredients sambhra are collected, the way the oblations are poured into the fire, the way the priests sit around the altar, and even the act of mechanically repeating the Mantras serve the same purpose as the Yantras. They’re said to boost the rituals’ magical and manifesting abilities, as well as manage and rule the lives of the worshipers who take part in them, assuring their wellbeing, tranquilly, and prosperity, or protecting them from danger. Yantras are also employed in Tantric ceremonies to call forth mysterious energies and to create good luck charms, amulets, and spells, among other things. Some charlatans utilise them to manipulate people and gain money since they are linked with a lot of mystery and temple’s design as a physical representation of existence and creation in the material plane, the act of visiting a temple, circling it to gain the deity’s favour, entering the temple, and lighting the lights in front of the divine all follow the Yantra pattern. The decorations and ornamentation that are so common in Hindu temples and places of worship, the way the images are built and installed, the lighting of the lamps, the offerings, the method of worship, the partaking of prasad, and, in short, any mechanical, symbolic, and ritualistic practise, all fall under the Yantric approach. They are designed to summon God’s might and channel it for monetary or spiritual use of TantraTantra is the use of the body including the perceptive mind and its components tattvas in a systematic way for self-transformation and self-realization. The lower self is made up of the body and the perceptual mind. They are seen as an impediment to liberation because they cause beings to engage in desire-driven acts and worldly pleasures when under the influence of the three gunas, namely sattva, rajas, and tamas, and therefore bound them to the cycle of births and deaths. They are responsible for the changes in the mind and body that beings experience in many ways, such as pain, attraction and repulsion, attachment, illusion, ignorance, birth and death, egoism, and so on. Beings are connected to the mortal world and the rule of karma as long as they act and react under their practitioners manage and transcend impediments and impurities that are generally avoided in other ways. Desires are employed to conquer the gunas that cause them, rather than being rejected. Controlled sexual activity allows impure sexual energy retas to be transformed into pure spiritual energy ojas and physical vitality tejas. Tantra attempts to free and reform the mind and body from their natural urges and constraining impurities, making them suited for self-absorption and self-realization, through such revolutionary and transformational practises. This is accomplished through a variety of postures, breathing and meditation techniques, and self-purification get speedy results, some Tantra schools use severe practises like as self-torture, burial rites, and pharmacological drugs. Many people dislike Tantra methods and practises because of their severe character. As a result, many of its methods are kept hidden and only divulged to certified members, making Tantra even more controversial in the public view. The left-hand ways vamachara of Tantra are currently connected with a lot of myth and disinformation. Tantra, on the other hand, is a spiritual practise that strives to liberate the mind from habitual ideas, judgements, and conditioning. As a break from society’s rigorous conventions, it attempts to achieve righteous purposes via a variety of traditional and unusual techniques. Tantra has therefore been a significant and integral component of Hindu spiritualism from ancient times, and it has successfully maintained its place and importance in Hindu ascetic and renunciant traditions’ rituals and spiritual Not only for TantricsMany people believe that Tantrics solely employ Tantra through sex and other undesirable purposes. This isn’t correct. Tantra has a dark side, but it is merely one of many aspects. Tantra brought Hinduism down to earth and transformed it. Tantra elements are now included into Hindu ceremonial worship. Tantra’s ideas and practises appear to have had a significant impact on Atharvaveda. Traditional Tantrism is an extreme form of Tantra in which the body and mind are permitted to express themselves freely under the guidance of an enlightened teacher in order to come to terms with them and master them completely. Tantra may, however, be observed in action in everyday life in its gentler and more common forms. For example, Patanjali’s Yoga is a kind of Tantra in which yogis strive for body control through physical postures, purifying rituals, and mind control conventional home worship puja included many factors of tantric worship, including purification of the ritual place, using mystic syllables, symbols and gadgets such the sacred pot kalas, vermillion, mystic diagrams, and swastika, set up and consecration of the idols, prostrating earlier than the deity, becoming a member of the palms in the front of the deity, making use of sacred marks at the frame to evoke the electricity centers, sporting rudraksha beads, purification of the frame via fasting and bathing, worshipping the bodily frame of the deity from head to toe, use of sacred gestures mudras and postures nyasa, controlling the thoughts and frame via yoga practices including withdrawal of the senses, breath control, meditation and devotional singing. In natural devotional styles of worship, the frame and the thoughts are provided to God as an act of perfect self-sacrifice and internal detachment, thereby permitting the divine power Shakti to descend into the frame and do the purification and impact can also be seen in a complex Vedic ceremony. A Vedic ritual will yield no results unless the performer’s body and mind have been properly trained and prepared to engage in the ritual with the appropriate degree of purity and sincerity. All of the Mantra chanting will be for naught, and the sacrifice will be worthless if these two are not in tune with the ritual’s purpose. Before executing the ceremonies, the sacrifice host yajmana and priests must maintain greatest purity and tight discipline. Furthermore, the Vedas, like Tantra, accept sexual intercourse as a kind of Vedic WorshipMantra, Tantra, and Yantra are three highest ways of spiritual growth on the road to freedom. They cleanse the mind and body while also strengthening the soul. They reawaken buried supernatural powers and energy centres, burning away impurities and past life memories. The Hindu manner of worship, which integrates all three disciplines, is a complex form of divine devotion, not a superstitious ritual. Higher universal energies are invoked in the energy field of the mind and body in that holy endeavour to aid inner awakening and greater awareness. They assist worshipers in not just achieving certain worldly goals, but also spiritually evolving into greater creatures that radiate God’s strength and SignificanceSmall brains are prone to see things adversely or suspiciously, oblivious to the greater picture that lies behind. Without leaping to assumptions based on a few superficial impressions, introspection may teach you a lot. Negative criticism of Hinduism’s traditional ritual customs has a powerful effect on people. This is due to the belief that only spirituality is beneficial and that all other religious activities are simply superstitions. Are all spiritual disciplines, however, equally effective? Even prayers and yoga routines have a lot of superstition attached to them. It might be a belief or just superstition when someone claims that yoga can heal cancer. Because belief has no rational basis, no one can say when a belief becomes superstition. The distinction between belief faith and superstition superstition is purely conceptual. Belief is blind in and of itself, according to logic. It doesn’t make any sense. You have two options embrace it or reject it. It cannot be deemed belief if it is not the case. As a result, anybody who claims that certain components of religion are factual and acceptable while others are superstitious is simply repeating the human mind’s logical us investigate if Mantra, Tantra, and Yantra have any relevance in human existence beyond their outer ceremonial significance in this regard. Outward observances are a part of every faith. You may look at them casually and dismiss them as simple superstitions, as many people do, or you can analyse them more deeply to determine whether they have any underlying meaning. Anyone familiar with Hinduism understands that any religious discipline or knowledge cannot always be taken at face value because it may contain a lot of symbolism and hidden meaning that becomes self-evident only when you are in a certain state of mind or when your mind and body are sufficiently purified. You may either take its information literally and place your confidence in it till your mind awakens, or you can go deeper into its texts in search of greater and symbolic same may be said about religious practises such as Mantra, Tantra, and Yantra. They aren’t only acts of superstition, as some would have you believe. True, they are frequently abused by con artists and charlatans to defraud people and generate false impressions about them. Their primary goal is to purify the mind and body and make them suitable instruments for methods of Mantra, Tantra, and Yantra all carry a secret life lesson. They tell you that you are an aspect of God, and that you may awaken the dormant power of God in you by using the mind, body, and will. Many individuals have probably read or seen the movie The Secret. It may surprise you to learn that the book contains many Tantra aspects that are essential for invoking the hidden energies of your mind and body in order to actualize your ideas and Tantra, and Yantra are the three primary techniques for manifesting your desires or destiny. The major purposes of human existence, according to Hinduism, are duty, prosperity, pleasure, and liberation or ultimate freedom. To achieve any objective in life, you must employ the three natural gifts that you have been given mental power, body power, and the power of your intention. To become self-aware or to let others know what you need, desire, or seek to manifest, you must rely on your thoughts and words the Mantra technique. Then, using your willpower and dedication, you must practise your talents, acquire essential resources, and create the proper conditions and circumstances Yantra for them to appear. Finally, you must use sufficient physical effort Tantra to mould and manifest your goals and wishes. As a result, whether you are an atheist or a theist, you must always rely on one of the three paths to achieve your objectives. They are useful instruments to bring out the best in you and realise your aspirations and desires according to your vision, strength, and intelligence, as some would like to argue. Home Pendidikan 180 Kelas XII SMA Semester 1 didengar oleh orang bijak dan dapat membawa seseorang yang mengucapkannya melintasi lautan kelahiran kembali, inilah yang merupakan arti mantra yang tertingi. Mantra adalah rumusan gaib untuk melepaskan berbagai kesulitan atau untuk memenuhi bermacam-macam keinginan duniawi, tergantung dari motif pengucapan mantra tersebut. Mantra sebagai sebuah kekuatan kata yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan keinginan spiritual atau keinginan material, yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan ataupun penghancuran diri seseorang. Mantra seperti suatu tenaga yang bertindak sesuai dengan rasa bakti seseorang yang mempergunakannya. Sabda adalah Brahman, karena itu Ia menjadi penyebab Brāhmanda Svami Rama 1984 24. Khanna 2003 21 menyatakan hubungan mantra dan yantra dengan manifestasi mental energi sebagai berikut Mantra-mantra, suku kata Sanskerta yang tertulis pada yantra, sejatinya merupakan perwujudan pikiran’ yang merepresentasikan keilahian atau kekuatan kosmik, yang menggunakan pengaruh mereka dengan getaran suara. Mantra juga dikenal masyarakat Indonesia sebagai rapalan untuk maksud dan tujuan tertentu “maksud baik maupun maksud kurang baik”. Dalam dunia sastra, mantra adalah jenis puisi lama yang mengandung daya magis. Setiap daerah di Indonesia umumnya memiliki mantra, biasanya mantra di daerah- daerah tertentu menggunakan bahasa daerah masing-masing. Mantra di dalam bahasa Minangkabau disebut juga sebagai manto, jampi-jampi, sapo- sapo, kato pusako, kato, katubah, atau capak baruak. Sampai saat ini mantra masih bertahan di tengah-tengah masyarakat di Minangkabau. Isi mantra di Minangkabau saat ini berupa campuran antara bahasa Minangkabau lama “kepercayaan animisme dan dinamisme”, Melayu, bahasa Arab sebagaimana pengaruh Islam dan bahasa Sanskerta sebagai wujud dari pengaruh Hindu Budha Djamaris E. 2001. Sebagian masyarakat tradisional khususnya di Nusantara biasanya menggunakan mantra untuk tujuan tertentu. Hal tersebut sebenarnya bisa sangat efektif bagi para penggunanya. Selain merupakan salah satu sarana komunikasi dan permohonan kepada Tuhan, mantra dengan kata yang berirama memungkinkan orang semakin rileks dan masuk pada keadaan kerasukan kesurupan. Dalam kalimat mantra yang kaya metafora dengan gaya bahasa yang hiperbola tersebut membantu perapal melakukan visualisasi terhadap keadaan yang diinginkan dalam tujuan mantra. Kalimat mantra yang diulang-ulang menjadi airmasi, pembelajaran di level tidak sadar dan membangun apa yang para psikolog dan motivator menyebutnya sebagai sugesti diri. Sedangkan Prapancha Sara menyatakan bahwa “Brāhmanda diresapi oleh sakti, yang terdiri atas Dhvani, yang juga disebut Nada, Prana, dan sebagainya”. Manifestasi dari Sabda menjadi wujud kasar Sthūla itu tidak bisa terjadi terkecuali Sabda itu ada dalam wujud halus Suksma. Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 181 Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Mantra merupakan aspek dari Brahman dan seluruh manfestasi Kulakundalini . Secara ilosois sabda itu adalah guna dari akasa atau ruang ethernal. Tetapi sabda itu bukan produksi akasa. Sabda memanifestasikan diri di dalam akasa. Sabda itu adalah Brahman, seperti halnya di antariksa, gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan udara Vāyu; karena itu di dalam rongga jiwa atau di rongga tubuh yang menyelubungi jiwa, gelombang bunyi dihasilkan sesuai dengan gerakan- gerakan Praóa vāyu dan proses menarik napas dan mengeluarkan napas. Mantra disusun dengan menggunakan akûara-akûara tertentu, diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedangkan huruf-huruf itu sebagai perlambang-perlambang dari bunyi tersebut. Untuk menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan cara yang tepat, sesuai dengan svara ritme’ dan varna bunyi’. Huruf-huruf penyusunannya pada dasarnya ialah mantra sastra, karena itu dikatakan sebagai perwujudan Śastra dan Tantra. Mantra adalah Paramātma., Veda sebagai Jivātma, Dharsana sebagai indriya, Puraóa sebagai jasad, dan Småti sebagai anggota. Karena itu Tantra merupakan Śākti dan kesadaran, yang terdiri atas mantra. Mantra tidak sama dengan doa-doa atau kata-kata untuk menasehati diri Ātmanivedana’. Dalam Nitya Tantra, disebutkan berbagai nama terhadap mantra menurut jumlah suku katanya. Mantra yang terdiri dari satu suku kata disebut Pinda. Mantra tiga suku kata disebut Kartari, yang terdiri dari empat suku kata sampai sembilan suku kata disebut Vija Mantra, sepuluh sampai duapuluh suku kata disebut Mantra, dan yang terdiri lebih dari duapuluh suku kata disebut Mālā. Tetapi istilah Vija juga diberikan kepada mantra yang bersuku kata tunggal. Dalam melaksanakan Tri Sandhya, sembahyang dan berdoa setiap umat Hindu sepatutnya menggunakan mantra, namun bila tidak memahami makna mantra, maka sebaiknya menggunakan bahasa hati atau bahasa ibu, bahasa yang paling dipahami oleh seseorang yang dalam tradisi Bali disebut “Sehe” atau “ujuk-ujuk” dalam bahasa Jawa. Penggunaan mantra sangat diperlukan dalam sembahyang. Mantra memiliki makna sebagai alat untuk mengikatkan pikiran kepada obyek yang dipuja. Pernyataan ini tidak berarti bahwa setiap orang harus mampu mengucapkan mantra sebanyak-banyaknya, melainkan ada mantra-mantra yang merupakan ciri atau identitas seseorang penganut Hindu yang taat, yakni setiap umat Hindu paling tidak mampu mengucapkan mantra sembahyang Tri Sandhya, Kramaning Sembah dan doa-doa tertentu, misalnya mantra sebelum makan, sebelum bepergian, mohon kesembuhan dan lain-lain. Umumnya umat Hindu di seluruh dunia mengenal Gayatri mantra, mantra- mantra subhasita yang memberikan rasa bahagia dan kegembiraan’ termasuk mahamrtyunjaya doa kesembuhanmengatasi kematian’, sanyipatha mohon 182 Kelas XII SMA Semester 1 ketenangan dan kedamaian’ dan lain-lain. Mantra pada umumnya adalah untuk menyebutkan syair-syair yang merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan sruti. Dalam pengertian ini yang termasuk mantra adalah seluruh syair dalam kitab-kitab Samhita Ågveda, Yajurveda, Samaveda, Atharvaveda, Brahmana Sathapatha, Gopatha dan lain-lain, Aranyaka Taittiriya, Brhadaranyaka, dan lain-lain dan seluruh Upanisad Chandogya, Isa, Kena, dan lain-lain. Di samping pengertian mantra seperti tersebut di atas, syair-syair untuk pemujaan yang tidak diambil dari kitab Sruti, sebagian diambil dari kitab-kitab Itihasa, Purana, kitab-kitab Agama dan Tantra juga disebut mantra, termasuk pula mantra para Pandita Hindu di Bali. Mantra-mantra ini digolongkan ke dalam kelompok stuti, stava, stotra dan puja. Selanjutnya yang dimaksud dengan sutra adalah kalimat-kalimat singkat yang mengandung makna yang dalam seperti kitab Yogasutra oleh Maharsi Patanjali, Brahmasutra oleh Badarayana dan lain-lain, sedangkan syair-syair yang dipakai dalam kitab- kitab Itihasa dan Purana, termasuk seluruh kitab-kitab sastra agama setelah kitab-kitab Itihasa dan Purana disebut dengan nama Sloka. Demikian makna mantra yang disebut-sebut sebagai bagian dari ajaran Agama Hindu yang bersifat magis dapat dipahami oleh umat sedharma. Latihan 1. Setelah anda membaca teks ajaran yantra, tantra dan mantra, apakah yang anda ketahui tentang Agama Hindu? Jelaskan dan tuliskanlah 2. Buatlah ringkasan yang berhubungan dengan ajaran yantra, tantra dan mantra, dari berbagai sumber media pendidikan dan sosial yang anda ketahui Tuliskan dan laksanakanlah sesuai dengan petunjuk dari BapakIbu guru yang mengajar di kelas anda 3. Bagaimana caramu untuk mengetahui ajaran tantra, yantra, dan mantra ? Jelaskan dan tuliskanlah pengalamannya 4. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha dan upaya untuk memengetahui ajaran tantra, yantra, dan mantra ? Tuliskanlah pengalaman anda 5. Amatilah lingkungan sekitar anda terkait dengan adanya pengamalan ajaran tantra, yantra, dan mantra guna mewujudkan tujuan hidup manusia dan tujuan agama Hindu, buatlah catatan seperlunya dan diskusikanlah dengan orang tuanya Apakah yang terjadi? Buatlah narasinya 1 – 3 halaman diketik dengan huruf Times New Roman – 12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas kuarto; 4-3-3-4 Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 183 B. Fungsi dan Manfaat Tantra, Yantra, dan Mantra dalam Kehidupan dan Penerapan Ajaran Hindu Perenungan. “Om Adityasya paramjyotir rakta tejo namo stute, cweta pankaja madhyasthe bhaskaraya namo stute.” Terjemahan Ya Tuhan, hamba memuja-Mu dalam perwujudan sinar suci yang merah cemerlang berkilauan cahaya-Mu, Engkau putih suci, bersemayam di tengah- tengah laksana teratai, Engkaulah sumber cahaya yang hamba puja. Dalam totalitas kehidupan manusia sebagai insan yang beragama dan berbudaya sangat membutuhkan tuntunan dan perlindungan dari Sang Penciptanya guna dapat meujudkan cita-cita hidupnya. Ajaran agama dapat menuntun umat manusia untuk mewujudkan semuanya itu dengan baik dan damai. Tantra, Yantra, dan Mantra sebagai bagian dari ajaran agama memiliki kontribusi yang bermanfaat untuk mewujudkan semuanya itu oleh umat sedharma. Adapun fungsi dan manfaat ajaran Yantra, Tantra dan Mantra dalam kehidupan dan penerapan ajaran Hindu dapat dipaparkan sebagai berikut; 1. Tantra Menurut ajaran tantra disebutkan ada tiga urat saraf manusia yang paling penting, yaitu; Sushumna, Ida dan Pinggala. Keberadaannya dimulai dari muladhara chakra, yang bertempat didasar tulang belakang. Sushumna adalah yang paling penting dari semua saraf atau nadi. Urat saraf atau nadi manusia tidak kelihatan secara kasat mata karena bersifat sangat halus. Ia bergerak melalui jaringan pusat dari tulang belakang dan bergerak jauh sampai titik paling atas dari kepala. Ida dan Pinggala bergerak paralel dengan Sushumna di sebelah kiri dan kanan dari saraf tulang belakang. Ida dan Pinggala bertemu dengan sushumna di ajna chakra, titik yang terletak diantara alis mata. Mereka berpisah lagi dan mengalir melalui sisi kiri dan kanan hidung Sumber httpblog putrasanjaya11-07-2012’ Gambar Patung Tantra 184 Kelas XII SMA Semester 1 Tantra adalah suatu kombinasi yang unik antara mantra, upacara dan pemujaan secara total. Ia adalah agama dan juga philosopy, yang berkembang baik dalam Hinduisme maupun Budhisme. Definisi tantra dijelaskan dalam kaliamat ini; shasanat tarayet yastu sah shastrah parikirtitah, yang berarti” yang menyediakan petunjuk jelas memotong dan oleh karena itu menuntun ke jalan pembebasan spiritual dan pengikutnya disebut sastra”. Akar Kata ”trae” diikuti oleh saffix “da” menjadi “tra” yang berarti “yang membebaskan”. Kita melihat penggunaan yang sama dari akar kata “tra” Di dalam kata mantra. Definisi mantra adalah mamanat tarayet yastu sah mantrah parikirtitah”Suatu proses yang ketika diulang-ulang terus menerus di dalam pikiran, membawa pembebasan, disebut mantra. Beberapa sarjana mencoba membagi tantra menjadi dua bagian utama, yaitu “jalan kanan” dan “ jalan kiri”. Bernet Kemper berpendapat, tantra “jalan kanan” menghindari praktek ekstrem, mencari-cari pengertian yang mendalam, dan pembebasan melalui asceticism harus dibedakan dari “jalan kiri”black magic dan ilmu sihir. Ia kemudian menegaskan, di dalam “jalan kanan”, bhakti atau penyerahan diri memegang peranan yang sangat penting. Lebih dari itu, bhakti cenderung menolak dunia material. Sedangkan “jalan kiri” mempunyai kecenderungan yang sangat berbeda. Ia berusaha keras untuk menguasai aspek-aspek kehidupan yang menggangu dan mengerikan seperti kematian dan penyakit. Untuk mengatasi hal tersebut eksistensi dari kekuatan keraksasaan demonic “jalan kiri” membuat kontak langsung di tempat-tempat yang mengerikan seperti di pekuburan. Pandangan kalangan akademis ini sangat berbeda dengan pandangan dari praktisi tantra. Para praktisi tantra pada umumnya menolak pembagian tantra atas tantra positif dan negatif dan menekankan pada metode untuk mentransformasoikan keinginan. Lama Thubten Yeshe, seorang praktisi tibetan mengatakan tantra menggunakan energi dari khyalan seperti keterikatan kepada keinginan adalah sumber dari penderitaan dan oleh karena itu harus di atasi namun ia juga mengajarkan keahlian untuk menggunakan energi dari khayalan tersebut untuk memperdalam kesadaran kita hingga mengahasilkan kemajuan spiritual. Seperti mereka yang dengan keahliannya mampu mengangkat racun tumbuh-tumbuhan dan menjadikan obat yang mujarab, seperti itu pula seorang yang ahli dan terlatih dalam praktek tantra, mampu memanipulasi energi keinginan bahkan kemarahan menjadi mapan. Ini sungguh-sungguh sangat mungkin dilakukan. Dalam arti tertentu tantra merupakan suatu teknik untuk mempercepat pencapaian tujuan agama atau realisi sang diri dengan menggunakan berbagai medium seperti mantra, yantra, mudra, mandala pemujaan terhadap berbagai Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 185 Deva-Devi termasuk pemujaan kepada mahluk setengah Deva dan mahluk- mahluk lain, meditasi dan berbagai cara pemujaan, serta praktek yoga yang kadang-kadang dihubungkan dengan hubungan seksual. Elemen-elemen tersebut terdapat dalam tantra Hindu maupun Buddha. Kesamaan teologi ini menjadi faktor penting yang memungkinkan tantra menjadi salah satu medium penyatuan antara Sivaisme dan Buddhisme di Indonesia. Hubungan seksual dalam tantra, seperti dinyatakan oleh Dasgupta; merupakan penyimpangan dari konsep awal tantra. Konsep awal tantra meliputi elemen-elemen seperti yang disebutkan di atas, yakni; mantra, yantra, mudra dan yoga. Penyimpanan tersebut terjadi karena pnggunaan “alat-alat praktis” dalam tantra Buddha yang berdasarkan prinsip-prinsip Mahayana dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan tertinggi baik tantra Hindu maupun Buddha, adalah tercapainya keadaan sempurna dengan penyatuan antara dua praktek serta merealisasikan sifat non dualis dari realitas tertinggi. Sarkar menyatakan hubungan seksual dalam tantra lebih diarahkan untuk mengontrol kekuatan alam dan bukan untuk mencapai kebebasan. Ia mengatakan secara umum tradisi Indonesia membagi tujuan hidup manusia menjadi dua; pragmatis dan Idealistis. Mengontrol kekuatan alam adalah salah satu tujuan pragmatis. Hal ini biasanya dilakukan oleh raja yang mempraktikan sistem kalacakrayana dalam usaha melindungi rakyatnya, memberikan keadilan, kesejahteraan dan kedamaian. Di Indonesia dikenal ada tiga jenis tantra yaitu; Bhairava Heruka di Padang Lawas, Sumatera Barat; Bhairava Kalacakra yang dipraktikkan oleh Raja Kertanegara dari Singasari dan Adtityavarman dari Sumatera yang se- zaman dengan Gajah Mada di Majapahit; dan Bharavia Bhima di Bali. Arca Bharavia Bima terdapat di Pura Edan, Bedulu, Gianyar Bali. Menurut prasasti Palembang, Tantrayana masuk ke Indonesia melalui kerajaan Srivijaya di Sumatera pada adab ke-7. Kalacakratantra memegang peranan penting dalam unifikasi Sivaisme dan Buddhaisme, karena dalam tantra ini Siva dan Buddha, diunifikasikan menjadi Siva-budha. Konsep Ardhanarisvari memegang peranan yang sangat penting dalam Kalacakratantra. Kalacakratantra mencoba menjelaskan penciptaan dan kekuatan alam dengan penyatuan Devi Kali yang mengerikan, tidak hanya dengan Dhyani Buddha, melainkan juga dengan adi Buddha sendiri. Kalacakratantra mempunyai berbagai nama dalam sekta tantra yang lain seperti; Hewarja, Kalacakra, Acala, Cakra Sambara, Vajrabairava, Yamari, Candama harosama dan berbagai bentuk Heruka. Di dalam tantrayana ritual adalah elemen utama untuk merealisaikan kebenaran Tertinggi. John Woodroffe mengatakan, ritual adalah sebuah seni keagamaan. Seni adalah bentuk luar materi sebagai ekspresi dari ide-ide yang berdasarkan

manfaat tantra yantra dan mantra